Selasa, 01 Desember 2009

Sejarah Mahkamah Konstitusi

Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi
Lembaran sejarah pertama Mahkamah Konstitusi (MK) adalah diadopsinya ide mahkamah konstitusi (constitutional court) dalam amendemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 November 2001.
Ide pembentukan mahkamah konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. Ditinjau dari aspek waktu, negara Kita tercatat sebagai negara ke-78 yang membentuk MK sekaligus merupakan negara pertama di dunia pada abad ke-21 yang membentuk lembaga ini.
Sambil menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara waktu, yakni sejak disahkannya Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Keempat, pada 10 Agustus 2002. Untuk mempersiapkan pengaturan secara rinci mengenai MK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah membahas RancanganUndang-Undang (RUU) tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah ntenyetujui secara bersama pembentukan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu juga (Lembaran Negara Tahun 2003, Nomor 98, Tambahan Lem¬baran Negara Nomor 4316).
Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 mengangkat 9 (sembilan) hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara, pada 16 Agustus 2003.
Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada 15 Oktaber 2003, yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Mulai beroperasinya kegiatan MK juga menandai berakhirnya kewenangan MA dalam melaksanakan kewenangan MK sebagaimana diamanatkan oleh Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
Kedudukan, Kewenangan, dan Kewajiban

Kedudukan
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang mer¬deka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Kewenangan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang basil pemilihan umum.
Kewajiban
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga: (1). Telah melakukan pelanggaran hukum berupa (a) pengkhianatan terhadap negara, (b) korupsi, (c) pe¬nyuapan, (d) tindak pidana berat lainnya; (2) atau perbuatan tercela, dan/atau (3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Proses Berperkara

Pengajuan Permohonan
1. Ditulis dalam bahasa Indonesia
2. Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya
3. Diajukan dalam 12 rangkap
4. Janis perkara
5. Sistematika :
a. Identitas & legal standing
b. Posita
c Petitum
6. Disertai bukti pendukung.
Khusus untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilu diajukan paling lambat 3 x 24 jam sejak KPU mengumumkan hasil pemilu.




Penjadwalan Sidang
1. Dalam 14 hari kerja setelah registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu)
2. Para pihak diberitahu/dipanggil
3. Diumumkan kepada masyarakat.

Pemeriksaan Pendahuluan
1. Sebelum pemeriksaan pokok perkara, memeriksa:
- Kelengkapan syarat-syarat Permohonan
- Kejelasan materi Permohonan
2. Memberi nasihat
- Kelengkapan syarat-syarat Permohonan
- Perbaikan materi Permohonan
3. 14 hari harus sudah dilengkapi dan diperbaiki.

Pendaftaran
1. Pemeriksaan kelengkapan permohonan oleh panitera
- Belum lengkap, diberitahukan
- 7 hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi
- Lengkap
2. Registrasi sesuai dengan perkara
3. 7 hari kerja sejak registrasi untuk perkara
a. Pengujian undang-undang
- Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR
- Permohonan diberitahukan kepada Mah¬kamah Agung
b. Sengketa kewenangan lembaga negara Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon
c. Pembubaran partai politik
Salinan permohonan. disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan
d. Pendapat DPR
Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden
Khusus untuk perkara perselisihan hasil pemilu, paling lambat 3 hari kerja sejak. registrasi Salinan Permohonan disampaikan kepada KPU ,

Pemeriksaan Persidangan
1. Terbuka untuk umum
2. Memeriksa : permohonan dan alat bukti
3. Para pihak hadir menghadapi sidang guna mem¬berikan keterangan
4. Lembaga Negara dapat diminta keterangan tertulis dengan tenggang waktu maksimal 7 hari sejak diminta harus telah dipenuhi
5. Saksi dan atau ahli memberi keterangan
6. Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi kuasa dan orang lain.




Putusan
1. Diputus paling lambat dalam tenggang waktu :
a. Untuk perkara pembubaran partai politik, 60 hari kerja sejak registrasi.
b. Untuk perkara perselisihan hasil pemilu :
 Presiden dan/atau Wakil Presiden, 14 hari kerja sejak registrasi
 DPR, DPD dan DPRD, 30 hari kerja sejak registrasi
c. Untuk parkara pendapat DPR, 90 hari kerja sejak registrasi
2. Sesuai alat bukti, minimal 2 alat bukti, memuat :
a. Fakta.
b. Dasar hukum putusan.
3. Cara mengambil keputusan
a. Musyawarah mufakat
b. Setiap hakim menyampaikan pendapat/per¬timbangan tertulis
c. Diambil suara terbanyak bila tak mufakat
d. Bila tidak dapat dicapai suara terbanyak, suara terakhir ketua menentukan
4. Ditandatangani hakim dan panitera
5 Berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
6. Salinan putusan dikirim kepada para pihak 7 hari sejak diucapkan.
7. Untuk Putusan perkara

a. Pungujian undang-undang, disampaikan kepada DPR, DPD, Presiden dan Mahkamah Agung.
b. Sengketa kewenangan lembaga negara, disampaikan kepada DPR, DPD dan Presiden
c. Pembubaran partai politik, disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.
d. Perselisihan hasil pemilu, disampaikan kepada Presiden
e. Pendapat DPR, disampaikan kepada DPR Presiden dan Wakil Presiden
Visi dan Misi

Visi Mahkamah Konstitusi adalah tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.

Misi Mahkamah Konstitusi adalah:
a. Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya.
b. Membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi.
Susunan Organisasi
Mahkamah Konstitusi terdiri dart 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, Presiden dan Mahkamah Agung, dan dite¬tapkan dengan Keputusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) anggota hakim konstitusi.
Untuk kelancaran tugas dan wewenangnya Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas dan wewenangnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.
Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Sedangkan Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim Konstitusi adalah pejabat negara

Hak Uji Materiil Oleh MK , apa dan bagaimana ?

Menurut pasal 50 : Undang-Undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD negara Republik Indonesia 1945.

Pengujian Peraturan perundang-undangan di bawah Undang Undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila Undang undang yang menjadi dasar pengjian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah konstitusi sampai ada putusan mahkamah Konstitusi (pasal 55)


Kekuatan Hukum Putusan MK dalam Hak Uji Materiil, Bgmn?

Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang undang bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (pasal 57 ayat 1).

Uji Meterill UU terhadap UUD haruslah jelas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang undang bertentangan dengan UUD 1945, karena Konsekuensi yuridis dari uji materill adalah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dari materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang undang tersebut (pasal 57 ayat 1).

Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang undang berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (pasal 57 ayat 2).


Pasal 58 :
Undang Undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang undang tersebut bertentangan dengan dengan UUD negara RI tahun 1945.


PENUTUP
Mahkamah Konstitusi memiliki 4 kewenangan yaitu :
1> Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2> Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3> Memutus pembubaran partai politik, dan
4> Memutus perselisihan tentang basil pemilihan umum

Dan satu kewajiban konstitusional yakni memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga: (1). Telah melakukan pelanggaran hukum berupa (a) pengkhianatan terhadap negara, (b) korupsi, (c) pe¬nyuapan, (d) tindak pidana berat lainnya; (2) atau perbuatan tercela, dan/atau (3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Tidak ada komentar:

Posting Komentar