Kamis, 03 Desember 2009

Menginstal template blog

TEMPLATE BLOGSPOT SIAP PAKAI
• Template blogspot berekstensi .xml
• Cara mendownload :
o Pilih dan amati dulu template demo misalnya akan diambil dari http>//bloggertemplate-2508.blogspot.com/
o Setelah terpilih dan merasa cocok, buka link http tersebut
o Pada halaman yang terbuka pilih DOWNLOAD (klik)
o Pilih SAVE dan tentukan folder tempat menyimpan hasil download
• Cara menginstal hasil download :
o Login ke blogspot.com menggunakan user name dan password anda
o Pilih DASBOR
o Pilih linktata letak
o Klik link edit HTML
o JANGAN LUPA BACKUP DULU TEMPLATE SEBELUMNYA, UNTUK MENJAGA KALAU PENGGANTIAN TEMPLATE GAGAL ATAU TERJADI KEKACAUAN TAMPILAN caranya : klik link DOWNLOAD TEMPLATE LENGKAP, lalu klik pd SAVE, simpan di folder tertentu di hardisk
o LANJUT : pilih BROWSE
o Cari file template hasil download di folder penyimpanan
o Pilih dan open
o Klik pd UNGGAH
o KONFIRMASI DAN SIMPAN
o Slesai
BEBERAPA ALAMAT YG BISA DICOBA (barangkali aja ada yang cocok)
• Magzstyle v1.1 dari http://bloggertemplate-2508.blogspot.com
• Hybrid news dari btemplates.com/2009/08/06/hybrid-news/
• Magasin uno dari btemplates.com/2009/07/24/magasin-uno/
• Zitizen dari btemplates.com/2009/07/21/zitizen/
• Girly magz dari btemplates.com/2009/07/22/girly-magz/
• Banyak lagi lainnya dari btemplates.com

Progressive Law

Selasa, 01 Desember 2009

Buku Pilihan



Sejarah Pembentukan KPK

SEJARAH TERBENTUKNYA
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

1. Pendahuluan
Pemberantasan KKN adalah menjadi salah satu program 100 hari Pemerintahan SBY dan MYK. Adapun 10 langkah bulan pertama Presiden SBY- MY sebagai berikut :
Pertama, konsolidasi pemerintahan;Kedua, mempelajari dan me-review sejumlah kebijakan penting;mis : fiscal , perindustrian, Aceh, teorisme, dll.Ketiga, menetapkan aturan main dan kode etik bagi seluruh jajaran eksekutif, baik di pusat maupun di daerah;.Keempat, melakukan terapi kejut ,me-nusakambang-kan koruptor Kelima , kunjungan keempat institusi penegak hukum, Kejagung, Mabes Polri, Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai.Keenam , Penanganan pemulangan TkI dari Malaysia;Ketujuh, Mencari solusi berbagai permasalahan ; tingginya harga minyak yang membebani APBN, penyelesaian kasus Karaha Bodas;serta penyesuaian dalam praktek kenegaraan karena adanya perubahan konsitusi.Kedelapan, masalah hukum dan keadilan.Masyarakat menginginkan wajah hukum di negeri ini dirombak total. Tidak ada jalan pintas untuk mereformasi masalah hukum yang teramat komplek;Kesembilan, Penegakan hukum adalah Pemberantasan KKN,pencegahan dan penindakan pelanggaran HAM berat , pemberantasan , illegal logging, dan illegal fishing, serta Kesepuluh, penanggulangan kejahatan narkotika dan kejahatan jalanan.
Beberapa bulan yang lalu Presiden telah menandatangani sejumlah izin pemeriksaan terhadap pejabat di daerah baik Gubernur, Bupati/Walikota, maupun anggota DPR RI/DPRD.
Tindak pidana korupsi di Indonesia dari tahun semakin meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang semakin sistematis. Bahkan lingkupnya memasuki seluruh aspek dan lini kehidupan, tidak saja di lembaga eksekutif,yudikatif, tetapi juga di lembaga legistif, baik di pusat maupun di daerah.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional, tetapi juga kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa.
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui pembentukan badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang pelaksanakannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, professional serta berkesinambungan.
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, Pemerintah Indonesia telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha memerangi tindak pidana korupsi.Berbagai kebijakan tersebut tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan , antara lain dalam Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari KKN, Undang Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari KKN serta Undang Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan pasal 43 Undang Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 20 tahun 2001 , badan khusus tersebut selanjutnya disebut KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sedangkan mengenai pembentukan, susunan organisasi dan tata kerja dan pertanggungjawaban, tugas dan wewenang diatur dalam Undang Undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK).

2. Tugas, Wewenang dan Kewajiban KPK
Menurut ketentuan pasal 6 Undang Undang No 30 tahun 2002 Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas :
a. melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
b. melakukan supervisi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi ;
d. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
e. melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas koordinasi sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf a Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang (pasal 7):
a. mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi ;
b. menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
c. meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada instansi terkait;
d. melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan
e. meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan Tindak Pidana Korupsi

Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan instansi yang melaksanakan pelayanan publik.(pasal 8 ayat 1).
Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil-alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan (pasal 8 ayat 2)

Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil-alih penyidikan atau penuntutan , kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka atau seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (pasal 8 ayat 3)
Penyerahan sebagaimana dimaksud pada yat 3 dilakukan dengan membuat dan menandatangani Berita Acara Penyerahan, sehingga segala tugas dan kewenangan kepolisian atau kejaksaan pada saat penyerahan tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (pasal 8 ayat 4)
Pengambil-alihan penyidikan dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan :
a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
b. proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;
d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsure korupsi;
e. hamabatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislative, atau
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan (pasal 9)
Dalam hal terdapat alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, Komisi Pemberantasan Korupsi memberitahukan kepada penyidik atau penuntut umum untuk mengambil-alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani (pasal 10)

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang :
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain
yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
penegak hukum, dan penyelenggara negara;
a. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau
b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000. (satu)
Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan;
b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri ;
c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa;
d. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait;
e. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya;
f. meminta data kekayaaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait;
g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yanhg diduga berdasarkan buku awal yang cukup ada hubungannnya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa;
h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melaukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri;
i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani (pasal 12)

Dalam melakukan tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut :
a. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara ;
b. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi ;
c. menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan;
d. merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi ;
e. melakukan kampanye antikorupsi kepada msyarakat umum;
f. melakukan kerjasama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan korupsi (pasal 13)

Dalam melaksanakan tugas monitor sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
a. melakukan pengkajian terhadap system pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah;
b. memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, system pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi;
c. melaporkan kepada Presiden Republik Indoensia, DPR RI dan BPK, jika saran Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.(pasal 14)
Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban “
a. memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai terjadinya tindaki pidana korupsi;
b. memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan untuk memperoleh data lain yang berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya;
c. menyusun laporan tahunan dan menyampaikan kepada Presiden RI, DPR RI dan BPK;
d. menegakkan sumpah jabatan;
e. menjalankan tugas, tanggungjawab dan wewenangnya berdasarkan asas-asas sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
3. Penyelidikan, Penyidikan, Dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi Oleh KPK
Penyelidikan, Penyidikan, Dan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan Undang Undang No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No 29 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kecuali ditentukan lain dalam Undang undang ini (pasal 39 ayat 1)
Penyelidikan, Penyidikan, Dan Penuntutan sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas dilaksanakan berdasarkan perintah dan bertindak untuk dan atas nama Komisi Pemberantasan Korupsi (pasal 39 ayat 2)
Penyelidik, Penyidik, Dan Penuntut umum yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi (pasal 39 ayat 3)

Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi(pasal 40). Komisi Pemberantasan Korupsi dapat melakukan kerjasama dalam Penyelidikan, Penyidikan, Dan Penuntutan tindak pidana korupsi dengan lembaga penegak hukum negara lain sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku atau berdasarkan perjanjian internasional yang telah diakui oleh pemerintah Indonesia (pasal 41). Komisi ini juga berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan Penyelidikan, Penyidikan, Dan Penuntutan tindak pidan korupsi yang dialkuakan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum (pasal 42) a. Penyelidikan Tindak Pidana Korupsi Oleh KPK
i. Penyelidik adalah penyelidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK yang melaksanakan fungsi penyelidikan tindak pidana korupsi.
ii. Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi, maka dalam waktu paling lambat 7 hari kerja terhitung sejak tanggal ditemukan bukti tersebut, penyelidik melaporkan kepada KPK.
iii. Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan baik secara biasa maupun secara elektrok atau optik.
iv. Jika dalam melakukan penyelidikan tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup, penyelidik melaporkan kepada KPK dan KPK menghentikan penyelidikan.
v. Dalam hal KPK berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, KPK melaksanakan penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan
vi. Dalam hal penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan, kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada KPK.
b. Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Oleh KPK

i. Penyidik adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK yang melaksanakan fungsi penyidikan tindak pidana korupsi
ii. Dalam hal tersangka ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, terhitung sejak tanggal penetapan berlaku prosedur khusus sesuai Undang Undang ini.
iii. Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaaan tanpa izin Ketua PN berkaitan dengan tugas penyidikan.
iv. Untuk kepentingan penyidikan , tersangka tindak pidana korupsi wajib memberikan keterangan kepada penyidik tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahu8i dan atau diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka.
v. Setelah penyidikan dinyatakan cukup, penyidik membuat Berita Acara dan disampaikan kepada pimpinan KPK
vi. Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau kejaksaan dan KPK, penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan.
.
c. Penuntutan Tindak Pidana Korupsi Oleh KPK
i. Penuntut adalah penuntut umum pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK yang melaksanakan fungsi penuntutan tindak pidana korupsi
ii. Penuntut umum , setalah menerima berkas perkara dari penyidik, paling lambat 14 hari kerja terhituing sejak tanggal diterimanya berkas tersebut, wajib melimpahkan berkas perkara tersebut kepada pengadilan Negeri.
iii. Ketua Pengadilan negeri wajib menerima pelimpahan berkas perkara dari KPK untuk diperiksa dan diputus.
iv. Untuk selanjutnya Perkara tindak Pidana Korupsi oleh Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.

4. PENUTUP
Dengan demikian KPK dalam Undang Undang ini dapat melakukan berbagai fungsi sebagai berikut :
a. dapat menyusun jaringan kerja yang kuat dengan institusi dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai counterpartner yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dap[at dilakukan secara efisien dan efektif.
b. Tidak memonopoli tugas dan wewenang Penyelidikan, Penyidikan, Dan Penuntutan.
c. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang ada dalam pemberantasan korupsi.
d. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah dan dalam keadaan tertentu dapat mengambil-alih tugas dan wewenang Penyelidikan, Penyidikan, Dan Penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian atau kejaksaan..

Sejarah Mahkamah Konstitusi

Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi
Lembaran sejarah pertama Mahkamah Konstitusi (MK) adalah diadopsinya ide mahkamah konstitusi (constitutional court) dalam amendemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 November 2001.
Ide pembentukan mahkamah konstitusi merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. Ditinjau dari aspek waktu, negara Kita tercatat sebagai negara ke-78 yang membentuk MK sekaligus merupakan negara pertama di dunia pada abad ke-21 yang membentuk lembaga ini.
Sambil menunggu pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara waktu, yakni sejak disahkannya Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Keempat, pada 10 Agustus 2002. Untuk mempersiapkan pengaturan secara rinci mengenai MK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah membahas RancanganUndang-Undang (RUU) tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah ntenyetujui secara bersama pembentukan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu juga (Lembaran Negara Tahun 2003, Nomor 98, Tambahan Lem¬baran Negara Nomor 4316).
Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 mengangkat 9 (sembilan) hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara, pada 16 Agustus 2003.
Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada 15 Oktaber 2003, yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Mulai beroperasinya kegiatan MK juga menandai berakhirnya kewenangan MA dalam melaksanakan kewenangan MK sebagaimana diamanatkan oleh Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.
Kedudukan, Kewenangan, dan Kewajiban

Kedudukan
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang mer¬deka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Kewenangan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang basil pemilihan umum.
Kewajiban
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga: (1). Telah melakukan pelanggaran hukum berupa (a) pengkhianatan terhadap negara, (b) korupsi, (c) pe¬nyuapan, (d) tindak pidana berat lainnya; (2) atau perbuatan tercela, dan/atau (3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Proses Berperkara

Pengajuan Permohonan
1. Ditulis dalam bahasa Indonesia
2. Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya
3. Diajukan dalam 12 rangkap
4. Janis perkara
5. Sistematika :
a. Identitas & legal standing
b. Posita
c Petitum
6. Disertai bukti pendukung.
Khusus untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilu diajukan paling lambat 3 x 24 jam sejak KPU mengumumkan hasil pemilu.




Penjadwalan Sidang
1. Dalam 14 hari kerja setelah registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu)
2. Para pihak diberitahu/dipanggil
3. Diumumkan kepada masyarakat.

Pemeriksaan Pendahuluan
1. Sebelum pemeriksaan pokok perkara, memeriksa:
- Kelengkapan syarat-syarat Permohonan
- Kejelasan materi Permohonan
2. Memberi nasihat
- Kelengkapan syarat-syarat Permohonan
- Perbaikan materi Permohonan
3. 14 hari harus sudah dilengkapi dan diperbaiki.

Pendaftaran
1. Pemeriksaan kelengkapan permohonan oleh panitera
- Belum lengkap, diberitahukan
- 7 hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi
- Lengkap
2. Registrasi sesuai dengan perkara
3. 7 hari kerja sejak registrasi untuk perkara
a. Pengujian undang-undang
- Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR
- Permohonan diberitahukan kepada Mah¬kamah Agung
b. Sengketa kewenangan lembaga negara Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon
c. Pembubaran partai politik
Salinan permohonan. disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan
d. Pendapat DPR
Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden
Khusus untuk perkara perselisihan hasil pemilu, paling lambat 3 hari kerja sejak. registrasi Salinan Permohonan disampaikan kepada KPU ,

Pemeriksaan Persidangan
1. Terbuka untuk umum
2. Memeriksa : permohonan dan alat bukti
3. Para pihak hadir menghadapi sidang guna mem¬berikan keterangan
4. Lembaga Negara dapat diminta keterangan tertulis dengan tenggang waktu maksimal 7 hari sejak diminta harus telah dipenuhi
5. Saksi dan atau ahli memberi keterangan
6. Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi kuasa dan orang lain.




Putusan
1. Diputus paling lambat dalam tenggang waktu :
a. Untuk perkara pembubaran partai politik, 60 hari kerja sejak registrasi.
b. Untuk perkara perselisihan hasil pemilu :
 Presiden dan/atau Wakil Presiden, 14 hari kerja sejak registrasi
 DPR, DPD dan DPRD, 30 hari kerja sejak registrasi
c. Untuk parkara pendapat DPR, 90 hari kerja sejak registrasi
2. Sesuai alat bukti, minimal 2 alat bukti, memuat :
a. Fakta.
b. Dasar hukum putusan.
3. Cara mengambil keputusan
a. Musyawarah mufakat
b. Setiap hakim menyampaikan pendapat/per¬timbangan tertulis
c. Diambil suara terbanyak bila tak mufakat
d. Bila tidak dapat dicapai suara terbanyak, suara terakhir ketua menentukan
4. Ditandatangani hakim dan panitera
5 Berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
6. Salinan putusan dikirim kepada para pihak 7 hari sejak diucapkan.
7. Untuk Putusan perkara

a. Pungujian undang-undang, disampaikan kepada DPR, DPD, Presiden dan Mahkamah Agung.
b. Sengketa kewenangan lembaga negara, disampaikan kepada DPR, DPD dan Presiden
c. Pembubaran partai politik, disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.
d. Perselisihan hasil pemilu, disampaikan kepada Presiden
e. Pendapat DPR, disampaikan kepada DPR Presiden dan Wakil Presiden
Visi dan Misi

Visi Mahkamah Konstitusi adalah tegaknya konstitusi dalam rangka mewujudkan cita negara hukum dan demokrasi demi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang bermartabat.

Misi Mahkamah Konstitusi adalah:
a. Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu kekuasaan kehakiman yang terpercaya.
b. Membangun konstitusionalitas Indonesia dan budaya sadar berkonstitusi.
Susunan Organisasi
Mahkamah Konstitusi terdiri dart 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, Presiden dan Mahkamah Agung, dan dite¬tapkan dengan Keputusan Presiden. Susunan organisasinya terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) anggota hakim konstitusi.
Untuk kelancaran tugas dan wewenangnya Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas dan wewenangnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.
Masa jabatan hakim konstitusi adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Sedangkan Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim Konstitusi adalah pejabat negara

Hak Uji Materiil Oleh MK , apa dan bagaimana ?

Menurut pasal 50 : Undang-Undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD negara Republik Indonesia 1945.

Pengujian Peraturan perundang-undangan di bawah Undang Undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila Undang undang yang menjadi dasar pengjian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah konstitusi sampai ada putusan mahkamah Konstitusi (pasal 55)


Kekuatan Hukum Putusan MK dalam Hak Uji Materiil, Bgmn?

Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang undang bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (pasal 57 ayat 1).

Uji Meterill UU terhadap UUD haruslah jelas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang undang bertentangan dengan UUD 1945, karena Konsekuensi yuridis dari uji materill adalah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dari materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang undang tersebut (pasal 57 ayat 1).

Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang undang berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat (pasal 57 ayat 2).


Pasal 58 :
Undang Undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang undang tersebut bertentangan dengan dengan UUD negara RI tahun 1945.


PENUTUP
Mahkamah Konstitusi memiliki 4 kewenangan yaitu :
1> Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2> Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
3> Memutus pembubaran partai politik, dan
4> Memutus perselisihan tentang basil pemilihan umum

Dan satu kewajiban konstitusional yakni memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga: (1). Telah melakukan pelanggaran hukum berupa (a) pengkhianatan terhadap negara, (b) korupsi, (c) pe¬nyuapan, (d) tindak pidana berat lainnya; (2) atau perbuatan tercela, dan/atau (3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945